Jakarta - Perang terhadap mafia peradilan terus didengungkan. Namun, segala pintu terus dicoba di tembus oleh para pihak yang memperjualbelikan hukum. Dari cara menyuap dengan cara halus, hingga cara paling kasar.
"Kalau lawyer profesional, mereka tidak mau mengatur putusan. Mereka menyerahkan sepenuhnya utusan kepada hakim. Tapi belakangnya ada embel- embel kalimat,' Nanti kita tidak akan lupakan bapak,'. Ini yang membuat kita terikat," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Suwidya saat berbincang dengan detikcom, di kantornya, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Kamis, (11/8/2011).
"Kalau lawyer profesional, mereka tidak mau mengatur putusan. Mereka menyerahkan sepenuhnya utusan kepada hakim. Tapi belakangnya ada embel- embel kalimat,' Nanti kita tidak akan lupakan bapak,'. Ini yang membuat kita terikat," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Suwidya saat berbincang dengan detikcom, di kantornya, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Kamis, (11/8/2011).
Kalimat diatas menyebabkan independensi terganggu. Ancaman mafia pengadilan seperti ini menjadikan putusan hakim terpengaruh. Menghadapi ini, Suwidya langsung pasang badan.
"Jangan kait- kaitkan dengan perkara. Semoga Tuhan tidak mengabulkan, kecuali kepepet," kisah Suwidya.
Calo perkara juga ada yang menggunakan kata- kata kasar. Mafia peradilan ini bergaya ala preman. Dengan cara kasar mereka langsung menyebut nominal harga putusan.
"Kira- kira berapa nih," kisah Suwidya.
Mafia peradilan datangnya tidak saja dari pengacara, tapi juga dari hakim sendiri. Seperti pada kasus Gayus Tambunan, hakim Muhtadi Asnun terang- terangan minta mobil untuk anaknya.
"Saya butuh jazz. Anak saya mau kerja. Banyak kok (yang seperti Muhtadi). Kalau sudah seperti itu, pengadilan, pidana," beber Suwidya.
Ada juga, paket istimewa kepada hakim tanpa identitas. Paket ini dikirimkan jauh- jauh hari setelah putusan dibuat. "Tapi, ada juga tiba- tiba ada kiriman, yang entah dari siapa," cerita Suwidya.
Menghadapi isu mafia pengadilan, pengalaman Suwidya pernah mengalami hal serupa. Dia pernah diperiksa oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) terkait menghakimi kasus pidana pasal penganiayaan, belum lama ini.
"Saya diperiksa Bawas MA. Stres saya mas. Sungguh stres," ungkap Suwidya.
Dia dilaporkan ke Bawas MA ata dugaan bermain perkara dalam kasus tersebut. Setelah mengalami pemeriksaan, ternyata yang melaporkan adalah saksi korban. Saksi korban takut jika orang yang memukulinya diputus bebas. Lalu setelah di proses di Bawas MA, hal tersebut tidak terbukti.
"Yang melaporkan seperti itu, orang- orang yang kecewa. Kita tidak bisa menganggap itu benar, hingga terbukti," tutur Suwidya yang sebentar lagi akan di mutasi dari PN Jakpus ini.
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/08/11/144923/1701606/10/kisah-hakim-pn-jakpus-hadapi-godaan-mafia-hukum?9911012